Minggu, 05 Desember 2010

147 Meninggal Dunia, 9 Pasien Diisolasi

Virus mematikan Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS), terus menyebar di Bumi Etam. Seperti yang dibeber Humas RSUD AW Sjahranie dr Hj Nurliana Adriati Noor atau biasa disapa dr Nana, kepada Sapos kemarin.
Menurut dr Nana --demikian ia kerap disapa--, data pemeriksaan di klinik VCT RSUD AW Sjahranie, dimulai sejak Desember 2005, hingga November 2010. Dari data yang ada, diketahui 3.460 orang datang berkunjung ke klinik VCT untuk mengikuti tes.
"Dari jumlah tersebut, setelah melakukan pra konseling, diperoleh jumlah peminat 2.903 orang yang bersedia untuk dites. Namun setelah itu, pra konseling kembali kami lakukan dan jumlah peminat yang dites mencapai 3.055 orang. Terdiri dari 1.707 pria dan 1.348 wanita," beber dr Nana.
Setelah melakukan sejumlah tes, dari jumlah 3.055 orang peminat yang mengikuti tes, 261 orang dinyatakan mengidap HIV. Terdiri dari 148 pria dan 113 wanita. Mereka yang dinyatakan mengidap HIV, langsung mendapatkan perawatan medis dengan Anti Retro Viral (ARV) atau suplemen penambah kekebalan tubuh.
"Seiring berjalanya waktu dan hingga saat ini, jumlah penderita HIV 114 orang. Akibat penyakit yang belum ada obatnya itu, 147 orang dinyatakan meninggal dunia. Sementara saat ini, 9 orang masih dirawat di ruang Tulip RSUD AW Sjahranie, ruang isolasi penderita HIV/AIDS," kata dr Nana.
Sembilan pasien HIV tersebut, berasal dari Samarinda, Bontang, Sangatta dan Tanjung Santan, Marang Kayu. Bukan hanya itu, rumah sakit berplat merah tersebut juga merawat pasien dari luar daerah Kaltim.
"Ada yang dari Jakarta, Jateng, Manado, Bandung, NTB-Lombok, Makassar dan Papua. Hanya saja penderita terbanyak yang kami tangani, pasien asal Samarinda. Yakni 156 orang. Bontang 27 penderita dan Kukar 24 penderita," jelas dr Nana.
Penanganan pengunjung yang dilakukan di klinik VCT rumah sakit, berdasarkan umur. Mulai dari 15 tahun ke bawah hingga 45 tahun ke atas. Dan jumlah penderita terbanyak, kisaran umur 25 sampai dengan 34 tahun.
"Dari 1.053 orang yang dites, 151 orang positif HIV. Sedangkan terbanyak ke 2, yaitu kisaran umur 15 hingga 24 tahun, sebanyak 47 penderita. Untuk pasien di bawah 15 tahun juga ada. Namun disebabkan faktor transmisi perinatal (ibu dan bayi). Terdiri dari 2 anak berumur 2 tahun. Sedangkan umur 14 bulan, 19 bulan, 2 bulan, 5 bulan, 5 tahun, 10 tahun serta 22 bulan dan 1 hari, masing-masing berjumlah 1 orang penderita," kata dr Nana.
Faktor risiko penyebaran virus HIV, dijelaskan dr Nana bisa saja terjadi melalui Pajanan Okupasional (tempat kerja), tatto, hubungan seksual, anal seks, oral seksb Bergantian memakai alat suntik (pengguna narkoba), transmisi perinatal dan transfusi darah.
"Hanya saja yang paling banyak ditemukan, akibat hubungan seksual atau suka berganti-ganti pasangan. Selama 5 tahun terakhir ini saja, 1.332 penderita mengidap HIV akibat hubungan seksual. Yang tertinggi kedua, yaitu penggunaan jarum suntik secara bergantian dengan jumlah 160 penderita," ucap dr Nana lagi.
Dijelaskan dr Nana, penderita HIV belum tentu dapat mengidap AIDS. Hal itu disebabkan CD4 atau sel darah putih atau limfosit tidak terganggu. "Sel tersebut adalah bagian yang penting dari sistem kekebalan tubuh kita. Sel ini juga disebut sel T-4, sel pembantu atau kadang kala sel CD4+. Selain sel CD4 juga ada sel CD8, yang juga disebut sel T-8 atau sel pembunuh. Sel CD8 itu membunuh sel kanker atau sel yang terinfeksi virus," jelas dr Nana lagi.
Saat ini rumah sakit tengah menyiapkan tim yang terganbung dalam Premention of Mother to Child Transmission (PMTCT), yang didalamnya melibatkan dokter ahli kandungan, dokter anak dan sejumlah perawat.
"Pembentukan tim PMTCT itu, pastinya akan digunakan untuk mengatasi penderita HIV transmisi periental yang langsung berhubungan dengan ibu dan bayi. Mudah-mudahan dengan adanya tim tersebut, kami dapat mendeteksi sejak dini kemungkinan adanya ibu yang tengah mengandung mengidap HIV," ujar dr Nana.
Disinggung soal biaya, dr Nana menerangkan, untuk pemeriksaan tes HIV dan obat ARV diberikan gratis. Karena masih mendaptkan bantuan dari Global Fund yang bekerjasama dengan Departemen Kesehatan (Depkes) RI.
"Sedangkan untuk perawatan pasien HIV, HIV+, mendapatkan bantuan dari Anggaran Pembangunan dan Belanja daerah (APBD) Provinsi," tukasnya. (M Safri)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar